Pembongkaran gereja di Singkil |
SINGKIL - Pemerintah Aceh Singkil mengerahkan sekitar 20 satpol PP untuk melakukan pembongkaran tahap pertama terhadap 10 gereja yang dinyatakan tak memiliki izin, Senin 19 Oktober.
Pembongkaran pertama dilakukan pukul 09.00 WIB waktu setempat terhadap undung-undung, atau rumah ibadah kecil Katolik di Desa Mandumpang, Kecamatan Suro.
Bangunan yang berkonstruksi kayu itu cukup sederhana sehingga pembongkaran hanya membutuhkan waktu 1,5 jam, dengan menggunakan palu, martil, beliung, gergaji, jelas Edi Sugianto Putra, wartawan Radio Xtrafm Singkil, yang meliput untuk BBC Indonesia.
Kemudian para petugas bergerak ke Desa Siompin yang berjarak sekitar 1km untuk mengeksekusi perintah pembongkaran terhadap dua gereja di desa itu, yakni Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD), dan Gereja Misili Injil Indonesia (GMII).
Pembongkaran pertama dilakukan pukul 09.00 WIB waktu setempat terhadap undung-undung, atau rumah ibadah kecil Katolik di Desa Mandumpang, Kecamatan Suro.
Bangunan yang berkonstruksi kayu itu cukup sederhana sehingga pembongkaran hanya membutuhkan waktu 1,5 jam, dengan menggunakan palu, martil, beliung, gergaji, jelas Edi Sugianto Putra, wartawan Radio Xtrafm Singkil, yang meliput untuk BBC Indonesia.
Kemudian para petugas bergerak ke Desa Siompin yang berjarak sekitar 1km untuk mengeksekusi perintah pembongkaran terhadap dua gereja di desa itu, yakni Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD), dan Gereja Misili Injil Indonesia (GMII).
Pembongkaran yang berlangsung dengan kawaran lebih dari sekitar 100 polisi dan tentara itu berlangsung tanpa perlawanan dari para jemaat gereja.
Seorang Ibu jemaat GKPPD Desa Siompin Kecamatan Suro Kab, Aceh Singkil menangis saat melihat rumah ibadahnya dirobohkan, 19 Oktober 2015. |
Isak Tangis Jemaat Kala Gereja Dibongkar
Tampak sejumlah jemaat Kristiani menyaksikan perubuhan rumah ibadah mereka. Beberapa jemaat malah menangis, sehingga harus ditenangkan oleh Camat Suro, Abdul Manaf. Menurut Abdul Manaf, pembongkaran itu merupakan hasil kesepakatan para pihak sebelumnya berhubung gereja-gereja tersebut didirikan tanpa izin.
Tidak hanya anak-anak dan kaum hawa, pria dewasa jemaat GKPDD Desa Siompin menangis saat pembongkaran. Mereka mengenang kembali proses pembangunan undung-undung tersebut.
"Undung-undung ini dibangun dari sumbangan warga kami yang kerjanya buruh harian lepas. Kalau teringat ke situ, Pak, ada yang (kerja) harian, kami kumpulkan untuk bangun ini. Kami tidak minta-minta,” ujar pengurus GKPDD Desa Siompin, Paima Brutu, 35 tahun, sambil menangis.
Paima hanya bisa pasrah ketika melihat gereja kecilnya dibongkar dan menyerahkan seluruhnya kepada pemerintah.
"Kalau ditanya hati kecil, memang berat (menyaksikan pembongkaran gereja). Tapi ini kan sudah keputusan pemerintah," ujar Paima Berutu.
"Undung-undung ini dibangun dari sumbangan warga kami yang kerjanya buruh harian lepas. Kalau teringat ke situ, Pak, ada yang (kerja) harian, kami kumpulkan untuk bangun ini. Kami tidak minta-minta,” ujar pengurus GKPDD Desa Siompin, Paima Brutu, 35 tahun, sambil menangis.
Paima hanya bisa pasrah ketika melihat gereja kecilnya dibongkar dan menyerahkan seluruhnya kepada pemerintah.
"Kalau ditanya hati kecil, memang berat (menyaksikan pembongkaran gereja). Tapi ini kan sudah keputusan pemerintah," ujar Paima Berutu.
Pembongkaran dua undung-undung dan satu gereja tersebut merupakan buntut kerusuhan yang menewaskan satu orang pada 13 Oktober 2015. Ketika itu sekelompok orang membakar Gereja Huria Kristen Indonesia di Desa Suka Makmur, Kecamatan Gunung Meriah. Pembakaran dipicu protes massa terkait dengan pembangunan gereja yang tidak memiliki izin.
Paima mengakui undung-undung yang ia bangun bersama jemaatnya belum memiliki izin. Pada 2006 mereka mengajukan izin ke pemerintah kabupaten. Bahkan mereka menembuskan permintaan tersebut hingga ke Jakarta. Namun hingga saat ini mereka belum mendapatkan izin. Paima tidak tahu mengapa izin tersebut terhambat.
Saat pembongkaran, Paima berdiri di antara anggota jemaat lainnya yang berjarak 50 meter dari undung-undung. Menurut dia, jumlah anggota jemaat GKPDD Desa Siompin mencapai 520 orang dari 112 keluarga.
Paima mengakui undung-undung yang ia bangun bersama jemaatnya belum memiliki izin. Pada 2006 mereka mengajukan izin ke pemerintah kabupaten. Bahkan mereka menembuskan permintaan tersebut hingga ke Jakarta. Namun hingga saat ini mereka belum mendapatkan izin. Paima tidak tahu mengapa izin tersebut terhambat.
Saat pembongkaran, Paima berdiri di antara anggota jemaat lainnya yang berjarak 50 meter dari undung-undung. Menurut dia, jumlah anggota jemaat GKPDD Desa Siompin mencapai 520 orang dari 112 keluarga.
'Harga mati'
Pemerintah beralasan pembongkaran 10 gereja sudah merupakan kesepakatan antara berbagai pihak, dan awalnya diharapkan akan dilakukan pihak gereja sendiri.
Namun seperti dikatakan Paima Berutu dari GKPPD, para jemaat tidak bersedia membongkar gereja sendiri.
"Hari Minggu kemarin, Bupati Aceh Singkil memang menyarankan kami bongkar sendiri. Tapi semalam, kami jemaat gereja, sepakat satu gereja untuk menyerahkannya kepada pemda. Kami tidak tega untuk membongkar rumah ibadat kami sendiri," kata Paima Berutu.
Pemerintah beralasan pembongkaran 10 gereja sudah merupakan kesepakatan antara berbagai pihak, dan awalnya diharapkan akan dilakukan pihak gereja sendiri.
Namun seperti dikatakan Paima Berutu dari GKPPD, para jemaat tidak bersedia membongkar gereja sendiri.
"Hari Minggu kemarin, Bupati Aceh Singkil memang menyarankan kami bongkar sendiri. Tapi semalam, kami jemaat gereja, sepakat satu gereja untuk menyerahkannya kepada pemda. Kami tidak tega untuk membongkar rumah ibadat kami sendiri," kata Paima Berutu.
Sumber:
0 Komentar untuk "Pembongkaran Gereja di Singkil Sudah Dimulai, Jemaat Pasrah dan Menangis"