Nafasnya mungkin telah tiada, namun mendengar nama, kiprah, semangat serta kreativitasnya dalam melayani umat Katolik rasanya sosok Mgr Johannes Pujasumarta akan tetap abadi.
USKUP Agung Semarang Mgr Johannes Pujasumarta telah tiada, Selasa (10/11/2015) sekitar pukul 23.35 WIB di Rumah Sakit Elisabeth Semarang, Jawa Tengah, karena sakit.
Mengetahui kabar ini sebagian besar umat Katolik merasakan kehilangan yang luar biasa. Berbagai ucapan dukacita mengalir baik melalui grup WhatsApp Paguyupan Katolik maupun jejaring sosial seperti Facebook maupun Twitter.
Situs Sesawi.Net menulis serangkaian kiprah Uskup Pujasumarta. Satu di antaranya Uskup mengawali langkah baru yang dinilai tak lazim. Bila sebagian orang menganggap gadget serta internet merupakan perpaduan 'racun yang mematikan', namun sebaliknya, Uskup melihat ini sebagai sebuah kesempatan untuk 'pengobatan'.
Informasi di internet sering menyesatkan banyak hal-hal yang negatif bertebaran dan mudah berpindah dari satu gadget ke gadget lainnya. Monsinyur Pujasumarta melihat hal ini sebagai peluang. Ia mengakrabi gadget sebagai media komunikasi dan rajin berbagi menggunakan internet sebagai media pewartaan.
Sosok (alm) Mgr. Johannes Pujasumarta bahkan dikenal sebagai 'Uskup Gaul Internet'. Sudah sejak lama Mgr Johannes Pujasumarta sangat aktif memublikasikan semangat pastoral duc in altum dan mengumandangkan hal itu melalui media blogspot pribadinya dan sebelumnya melalui multiply.com.
Sesawi.net menulis, penggunaan gadget di kalangan para imam, suster, bruder, frater kala itu masih dianggap tabu. Selain dianggap barang mewah, gadget juga menjadi sumber ‘godaan’.
Melalui gadget, orang bisa mengunduh percakapan-percakapan, gambar-gambar visual yang membuat kaum berjubah bisa ‘melayang tanpa batas’ hingga bisa ditengarai malah akan menjerumuskan kaum berjubah ini untuk hidup tidak setia dengan panggilan hidup baktinya. Utamanya, penghayatan akan kaul kemurnian/keperawanan.
Namun, di tangan alm Mgr Johannes Pujasumarta, perspektif minor dan cara pandang yang sedemikian stigmatis ini diubah secara radikal. Gadget adalah alat efektif untuk misi pewartaan iman. Dan beliau meyakini hal itu dan menggunakan gadget dan internet benar-benar sebagai alat pewartaan iman yang sangat cepat, efektif, efisien, murah, timeless dan borderless.
Maka, sejurus kemudian, duc in altum yang dulunya tidak pernah dikenal tiba-tiba langsung menjadi sebuah semangat pastoral yang sangat membumi. Bukti bahwa gadget dan internet di tangan alm. Mgr. Johannes Pujasumarta menjadi media pewartaan efektif dan efisien bisa dilihat di blog pribadi beliau di www.pujasumarta.blogspot.co.id.
Lambang Keuskupan Agung Semarang |
Di balik semangat “duc in altum”
Di bawah ini adalah tulisan lengkap alm. Mgr. Johannes Pujasumarta ketika bertutur kata tentang semangat pastoral duc in altum.
“Duc in altum…!” Sabda Tuhan kepada murid-murid-Nya di pantai danau Galilea 2.000 tahun yang lalu, terdengar nyaring sekarang ini pula, “Bertolaklah ke tempat yang dalam….!”.
Dengan kata-kata tersebut kita diajak untuk memberi makna mendalam pada peristiwa kebersamaan kita, ketika kita merayakan Tahbisan Uskup sebagai peristiwa iman Gereja. Ajakan itulah yang saya sampaikan ketika saya ditahbiskan menjadi Uskup Bandung, 16 Juli 2008. dan tercantum pada Surat Gembala Uskup pada Awal Tugas Penggembalaan, 19/20 Juli 2008.
Di bawah ini adalah tulisan lengkap alm. Mgr. Johannes Pujasumarta ketika bertutur kata tentang semangat pastoral duc in altum.
“Duc in altum…!” Sabda Tuhan kepada murid-murid-Nya di pantai danau Galilea 2.000 tahun yang lalu, terdengar nyaring sekarang ini pula, “Bertolaklah ke tempat yang dalam….!”.
Dengan kata-kata tersebut kita diajak untuk memberi makna mendalam pada peristiwa kebersamaan kita, ketika kita merayakan Tahbisan Uskup sebagai peristiwa iman Gereja. Ajakan itulah yang saya sampaikan ketika saya ditahbiskan menjadi Uskup Bandung, 16 Juli 2008. dan tercantum pada Surat Gembala Uskup pada Awal Tugas Penggembalaan, 19/20 Juli 2008.
Ajakan tersebut meneguhkan saya dan banyak saudara lain untuk bertolak ke tempat yang dalam, dan menebarkan jala untuk menangkap ikan melalui jala-jala internet, karena internet dapat menjadi media perwartaan kabar suka cita untuk meningkatkan mutu kehidupan pada zaman kita. Karena kita menyadari ada banyak kepentingan dapat melekat pada jala-jala internet tersebut, misalnya kepentingan bisnis komersial, perlulah kita memurnikan motivasi kita menggunakan sarana komunikasi yang disediakan pada zaman modern sekarang ini. Motivasi yang tidak murni dalam penggunaan jala zaman sekarang untuk meningkatkan mutu kehidupan dapat menjadi penyebab jala mulai koyak, bila ikan yang kita peroleh begitu banyak.
Kebangkitan Kristus menjadi daya kekuatan bagi kita untuk memurnikan motivasi kita dalam menggunakan jala dengan semangat baru. Ia yang bangkit telah berkata kepada para murid pada hari setelah kebangkitan-Nya, ketika mereka sedang berada di pantai Tiberias, “Tebarkanlah jalamu di sebelah kanan perahu” (Yoh. 21:6). Kesediaan kita melaksanakan kehendak-Nya merupakan bagian kita, agar dapat menyaksikan mukjizat, seperti dulu dialami Simon Petrus. Dulu, “Simon Petrus naik ke perahu lalu menghela jala itu ke darat, penuh ikan-ikan besar: seratus lima puluh tiga ekor banyaknya, dan sungguhpun sebanyak itu, jala itu tidak koyak.” (Yoh 21:11).
Pada jala zaman kita website http://www.pujasumarta.web.id; http://pujasumarta.blogspot.com/ diciptakan, agar kita mengalami, bahwa Ia hidup menyertai kita, dan kita pun memiliki hati yang peka pada kehadiran-Nya, sehingga kita pun dapat berseru seperti murid yang dikasihi Tuhan, “Itu Tuhan!” (Yoh 21:7), ketika menyaksikan pekerjaan-pekerjaan baik yang dilakukan-Nya pada zaman kita sekarang ini.
Sumber: http://www.tribunnews.com/regional/2015/11/11/in-memoriam-uskup-pujasumarta-jejak-karya-dan-kreativitasnya-yang-tak-lazim
Baca juga:
0 Komentar untuk "In Memoriam Uskup Pujasumarta, Jejak Karya dan Kreativitasnya yang 'Tak Lazim'"